Jumlah Korban dan Gejala yang Dialami
VEGASHOKI88 – Kasus keracunan makanan ikan hiu goreng dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, menyebabkan 25 orang menjadi korban. . Kepala Dinas Kesehatan Ketapang, Feria Kowira, mengonfirmasi bahwa delapan pasien tambahan masuk rumah sakit pada Selasa malam sehingga total korban bertambah. “Total yang ditangani menjadi 25 orang,” ujarnya di RSUD dr. Agoesdjam. Dari jumlah tersebut, 22 pasien telah pulih dan dipulangkan, sementara tiga lainnya masih dirawat. Biaya perawatan seluruh korban ditanggung oleh pemerintah daerah.
Kelalaian Dapur dan Potensi Bahaya Ikan Hiu
Fakta mengejutkan muncul ketika diketahui bahwa menu makan siang menggunakan ikan hiu goreng. Kepala Regional MBG Kalbar, Agus Kurniawi, menyebut kejadian ini sebagai bentuk kelalaian dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mulia Kerta. “Soal menu ikan hiu, itu murni kesalahan dan keteledoran dari SPPG kami. Mereka tidak teliti memilih menu. Ikan hiu itu dibeli dari TPI Rangga Sentap, produk lokal,” ujarnya. Agus menegaskan bahwa ikan hiu tidak seharusnya disajikan untuk anak sekolah karena jarang dikonsumsi dan memiliki potensi kandungan zat berbahaya seperti merkuri.
Kekhawatiran terhadap Kandungan Merkuri
“Harusnya menu yang dipilih itu yang digemari siswa. Anak-anak jarang sekali mengonsumsi ikan hiu. Bisa saja ikan hiu ini memiliki kandungan merkuri. Itu yang sangat saya sesalkan,” tambah Agus. Ia juga menyatakan, jika investigasi membuktikan bahwa makanan dari dapur tersebut menjadi penyebab keracunan, SPPG Mulia Kerta akan ditutup secara permanen.
Keresahan dan Penolakan dari Wali Murid
Insiden ini menimbulkan keresahan di kalangan wali murid. Banyak orang tua kini melarang anak-anak mereka menyantap menu MBG di sekolah. Ratna (36), warga Benua Kayong, memilih mengemas bekal dari rumah demi menghindari risiko. “Daripada berisiko, lebih baik anak saya bawa bekal dari rumah,” ujarnya. Susilo (53), wali murid lainnya, juga mengaku trauma dan menyatakan, “Hari ini lebih banyak siswa tidak berani makan MBG. Kami juga melarang anak kami. Risikonya lebih besar daripada manfaatnya.”
Kepala Sekolah dan Evaluasi Program
Kepala Sekolah SD Santa Monica Ketapang, Yohanes Aliman, menambahkan bahwa konsumsi MBG menurun secara drastis. “Biasanya habis, tapi hari ini banyak makanan masih utuh, bahkan tidak dibuka dari wadahnya,” jelasnya. Selain kekhawatiran keamanan, orang tua juga menyoroti masalah makanan yang mubazir. Sari (31) berpendapat bahwa distribusi MBG perlu dievaluasi secara menyeluruh. “Kalau tidak ada perubahan serius, program ini bisa membahayakan nyawa anak-anak. Lebih baik anggarannya dialihkan untuk yang benar-benar membutuhkan,” ujarnya.
Isu Bahan Berbahaya dan Pengawasan
Rumor mengenai penggunaan wadah makan berlapis minyak babi di program MBG di daerah lain semakin memperkuat kekhawatiran masyarakat, meskipun belum terbukti di Ketapang. “Kalau soal kebersihan saja masih dipertanyakan, apalagi ada isu bahan berbahaya di wadahnya. Nyawa anak-anak jadi taruhannya,” kata Deki, warga lainnya.
Pengujian Sampel dan Upaya Pengawasan
Sampel makanan, termasuk ikan hiu goreng, sudah dikirim ke BPOM Kalbar untuk diuji laboratorium. Hasilnya masih ditunggu. Pemerintah daerah berjanji akan memperketat pengawasan terhadap dapur penyedia agar insiden serupa tidak terulang. Kepala Sekolah SDN 12 Benua Kayong, Dewi Hardina Febriani, berharap adanya perbaikan sistem. “Awalnya hanya beberapa anak yang sakit perut lalu muntah, tapi makin lama makin banyak. Puskesmas datang ke sekolah, kemudian anak-anak dirujuk ke RSUD Agoesdjam,” tuturnya.