Peran Vital Masyarakat Adat dalam Melindungi Keanekaragaman Hayati di Kalimantan

Peran Masyarakat Adat dalam Perlindungan Keanekaragaman Hayati


VEGASHOKI88 – Perlindungan keanekaragaman hayati itu nggak lepas dari peran masyarakat adat dan lokal yang udah lama jadi bagian dari ekosistem di wilayah mereka.

Sebenernya, praktik pemantauan keanekaragaman hayati udah dilakukan oleh masyarakat adat, termasuk yang ada di Kalimantan.

Mereka berbagi cerita tentang cara-cara pemantauan keanekaragaman hayati di wilayah adat

mereka di acara Conference of the Parties (COP) to the Convention on Biological Diversity

(CBD) atau COP 16 CBD yang lagi berlangsung dari 21 Oktober sampai 1 November 2024 di Cali, Kolombia.

Pesan Penting dari Masyarakat Adat


Perwakilan masyarakat adat Ketemenggungan Iban Jalai Lintang dari Kalimantan Barat,

Raymundus Remang, bilang bahwa hutan itu harus dijaga, bukan cuma dikelola.

Dia menegaskan, “Seluruh Masyarakat Adat di Indonesia harus terus menjaga dan mengelola

hutan beserta isinya, karena lebih baik menjaga mata air, daripada meneteskan air mata.”

Generasi Muda yang Terlibat


Sementara itu, Darus Doni, generasi ketiga dari Ketemenggungan Iban Jalai Lintang dan

Pengurus Daerah AMAN Kapuas Hulu, menekankan pentingnya peran generasi muda dalam kelola wilayah adat.

“Generasi muda adat harus lebih aktif menjaga dan mengelola wilayah adat sebagai warisan leluhur, supaya masa depan kita tetap cerah,” ujarnya.

Keanekaragaman Hayati di Hutan Huja Tropis


Hutan hujan tropis di Kapuas Hulu adalah benteng terakhir bagi banyak spesies flora dan

fauna, termasuk Rangkong gading yang terancam punah, 7 jenis rangkong Kalimantan, orangutan, dan jutaan makhluk lainnya.

Selain masyarakat adat Ketemenggungan Iban, ada juga masyarakat adat Dayak Punan Tugung di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

Pengetahuan Herbal Masyarakat Adat


Nurhayati, perempuan adat Punan Tugung, menjelaskan bahwa masyarakat setempat punya pengetahuan untuk memanfaatkan tanaman herbal sebagai obat berbagai penyakit. “Hutan itu kayak supermarket dan apotek gratis buat kami.

Dari hutan, kami bisa dapat semua yang kami butuhkan. Kami nggak bisa terpisah dari hutan adat kami,” jelasnya.

Konflik dengan Perusahaan


Sayangnya, wilayah adat Dayak Punan Tugung saat ini berada dalam izin konsesi PT Intracawood yang bergerak dalam Hak Pengelolaan Hutan (HPH).

Rahmat Sulaiman, anggota Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), menambahkan,

“Perbedaan pengelolaan hutan oleh korporasi dan masyarakat adat itu keliatan jelas dan

menunjukkan gimana masyarakat Adat Dayak Punan Tugung bisa melindungi keperawanan hutan adat mereka.”

Perjuangan untuk Pengakuan


Masyarakat adat di Kalimantan bukan satu-satunya yang berjuang untuk mendapat pengakuan atas status dan ruang hidup mereka.

Proses negosiasi di COP16 CBD untuk menghormati dan mengakui hak-hak masyarakat adat

dan komunitas lokal yang jelas-jelas berkontribusi pada perlindungan keanekaragaman hayati ini berjalan cukup alot.

Padahal, pengakuan hak dan ruang hidup masyarakat adat sangat penting agar mereka bisa

melakuin pengelolaan ekosistem yang berkelanjutan yang udah mereka praktikkan selama ini.

Ajakan untuk Berkontribusi


Ayo, kita berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *