Polemik Kebakaran Batu Bara di Kampung Tumpung Laung

Kebakaran Batu Bara Menjadi Sorotan

VEGASHOKI88 – Kebakaran batu bara yang terjadi di seberang kampung Kelurahan Tumpung Laung, Kecamatan Montallat, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, tengah menjadi sorotan.

Peristiwa yang terjadi pada Jumat, 23 Agustus 2024, ini mengundang reaksi dari berbagai pihak, terutama warga setempat yang merasa dirugikan.

Kekecewaan Warga Tumpung Laung II

M. Muslih (33 tahun), salah satu warga Tumpung Laung II, mengungkapkan kekecewaannya.

“Perusahaan harusnya memberikan kesempatan kerja bagi warga lokal, jangan sampai kami dianggap tidak ada.

Kami butuh pekerjaan, dan perusahaan yang ada di sini harusnya membantu, bukan malah seolah-olah tidak peduli,” ujarnya.

Menurut Muslih, sebelumnya sudah ada komunikasi antara warga dan beberapa anak buah kapal (ABK)

serta perusahaan batu bara tentang upaya memadamkan kebakaran di tumpukan batu bara yang ada di dalam tongkang.

Upaya Warga yang Terhalang

batu bara Muslih menceritakan bahwa warga setempat telah mencoba menawarkan diri untuk membantu

memadamkan api, namun saat rombongan pekerja tiba di lokasi, ternyata sudah ada pihak lain yang mengerjakan tugas tersebut.

“Ada oknum yang secara tidak langsung menghalangi usaha kami untuk mendapatkan pekerjaan.

Ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak konsisten dalam memberikan peluang kerja kepada warga lokal dan justru seolah-olah mempersulit,” tegasnya.

Ketidaktegasan Perusahaan dalam Penanganan Masalah

Menurut Muslih, masalah ini mencerminkan ketidaktegasan perusahaan dalam menangani masalah di lapangan dan menunjukkan bahwa ada praktik yang kurang adil terhadap masyarakat.

Meskipun sudah ada kesepakatan damai, kenyataannya, perusahaan dan investor tampaknya tidak memberikan kesempatan kerja yang layak untuk warga setempat.

Hal ini menciptakan kesan bahwa perusahaan lebih memilih untuk menggunakan tenaga kerja dari luar daerah ketimbang memanfaatkan potensi lokal batu bara.

Harapan untuk Kesempatan Kerja Lokal

Lebih jauh, Muslih menegaskan bahwa seharusnya di tengah pertumbuhan ekonomi yang pesat,

perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut, terutama yang bersandar di kampung, bisa memberikan kontribusi positif dengan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.

“Jangan sampai kami seperti pepatah ‘tikus mati di lumbung padi’.

Warga yang ingin bekerja malah menghadapi berbagai penghalang.

Ini sangat disayangkan, terutama bagi anak-anak daerah yang akhirnya harus tersingkir karena tidak ada kesempatan yang adil,” pungkasnya batu bara.

Harapan untuk Solusi yang Adil

Dengan situasi seperti ini, banyak warga merasa frustrasi dan berharap ada solusi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak, baik masyarakat maupun perusahaan.

Mereka berharap agar ke depan, perusahaan lebih memperhatikan kebutuhan dan hak-hak warga setempat dalam proses operasional mereka batu bara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *